BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebenaran
Kata Kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang
kongrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya
proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam
suatu pernyataan atau stitmen. Apabila subjek mengatakan kebenaran bahwa
proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas sifat atau karakteristik,
hubungan hal yang demikian itu sarana kebenaran tidak dapat begitu saja
terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri.
Menurut Plato Kebenaran sebagai suatu ketakter tersembunyian
adanya itu tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini. Pengertian
kebenaran seperti ini sama dengan pendapat Thomas Aquinas sebagai kebenaran
ontoiogis. Aritoteles dapat memahami kebenaran lebih memusatkan perhatiannya
pada kualitas pernyataan yang dibuat oleh subjek penahu ketika ia menegaskan
suatu putusan entah secara afirmatif atau negatif itu tergantung pada apakah
putusan yang bersangkutan sebagai pengetahuan dalam diri subjek penahu itu
sesuai atau tidak dengan kenyataannya. Di sini kebenaran dimengerti sebagai
persesuaian antara subjek sipenahu dengan objek yang diketahui.
Pengertian
kebenaran dapat dibedakan antara kebenaran faktual dan kebenaran nalar. Kebenaran faktual adalah kebenaran tentang ada tidaknya secara
faktual didunia nyata, sebagaimana di alam manusia ( biasanya dengan dapat –
tidaknya dia nanti secara indrawi apa yang dinyatakannya_ Misalnya apakah
pernyataan bumi itu bulat, merupakan suatu pernyataan yang memiliki kebenaran.
Kebenaran faktual adalah kebenaran yang menambah khazanah pengetahuan tentang
alam semesta. Sejauh dapat kita alami secara indrawi. Kebenaran nalar adalah kebenaran yang bersifat tautologis dan tidak
menambah pengetahuan baru mengenai dunia ini, tetapi dapat merupakan sarana
berdaya guna untuk memperoleh pengetahuan yang berarti tentang dunia ini.
Dengan kata lain dapat membantu untuk memperoleh pengetahuan yang memiliki
kebenaran faktual. Kebenaran nalar adalah kebenaran yang terdapat dalam logika
dan matematika kebenaran di sini bedasarkan atas suatu penyimpulan terdeteksi
sehingga berbeda dengan kebenaran faktual yang bersifat nisbi dan mentak,
kebenaran, ‘nalar bersifat mutlak.
2.2 Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope
potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi empat tingkatan
diantaranya :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan
yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang
didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni,
renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang
bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan
integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia
selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia
akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan
manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup
yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan
dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Jenis-jenis
Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan
pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan
sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa
dan tutur kata)
Manusia
selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia
akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan
manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup
yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan
dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran. Kebenaran agama yang ditangkap dengan
seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran
manusia. Hal ini bukan
saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural
melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna
integritas kepribadian. Nilai kebenaran
agama menduduki status tertinggi karena wujud
kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat
pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada
puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan
hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
2.3
Penemuan Kebenaran
Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda.
Dari berbagai cara untuk menemukan kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dan
nonilmiah. Cara-cara untuk menemukan kebenaran sebagaimana diuraikan oleh
Hartono Kasamadi, dkk, (1990) sebagai berikut:
a.
Penemuan Secara Kebetulan
Penemuan
kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung tanpa disengaja.
Dalam sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu banyak juga yang berguna
walaupun terjadinya tidak dengan cara yang ilmiah, tidak disengaja dan tanpa
rencana. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali
pengetahuan atau ilmu.
b. Penemuan
“Coba dan Ralat” (Trial Dan Error)
Penemuan
coba dan ralat terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil
kebenaran yang dicari. Memang ada aktifitas mencari kebenaran, tetapi aktifitas
itu mengandung unsure spekulatif atau
“untung-untungan”. Penemuan dengan cara ini kerap kali memerlukan waktu yang lama,
karena memang tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuanya. Cara coba dan ralat inipun tidak dapat
diterima sebagai cara ilmiah dalam usaha untuk mengungkapkan kebenaran.
c.
Penemuan melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat
orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang yang mempunyai
kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu
tidak didasarkan kepada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti tidak ada
gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam merangsang usaha penemuan
baru bagi orang-orang yang menyangsikanya. Namun demikian adakalanya pendapat
itu ternyata tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Dengan demikian pendapat
pemegang otoritas itu bukanlah pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan
hanya berdasarkan pemikiran.
d. Penemuan
secara spekulatif
Cara
ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi, perbedaanya dengan coba dan
ralat memang ada. Seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan
pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternative
pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih satu instrumen pemecahan, sekalipun ia tidak yakin mengenai
pemecahanya.
e.
Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir kritis dan Rasional
Telah
banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai hasil upayanya menggunakan
kemampuan berpikirnya. Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha
menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk
sampai pada pemecahan yang tepat. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat
permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir analitis dan
cara berpikir
sintetis.
f.
Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara
mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam
taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh
keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang
tampak dapat dicari penjelasanya secara ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah
melekat cirri-ciri umum, yaitu pelaksanaanya yang metodis harus mencapai suatu kesseluruhan yang logis dan
koheren. Cirri lainya adalah
universalis. Setiap penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpim
oleh objek dan tidak mengalami distorsi
karena adanya berbagai prasangka subjektif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan
dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber
dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan
hukum) yang bersifat umum. Dan kebenaran dapat dibedakan kebenaran factual dan
kebenaran nalar.
Bahwa
kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula
yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa
penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan
pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:
Usaha Nasional
Irvan,Jaya.2011.”teorikebenaran”.tersediapadahttp://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/(diaksespadatanggal27september2014)